Sistem Pemilu Distrik ke Depan

oleh -789 Dilihat
oleh

Oleh M. RIZAL FADILLAH

GEJALA politik kini adalah tokoh berjuang melalui berbagai partai politik. Berpindah dari satu partai ke partai lain menjadi hal yang biasa. Ini pertanda bahwa partai politik telah kehilangan nilai ideologi perjuangannya. Kalau pun ada ideologi maka itu adalah pragmatisme. Deideologisasi terjadi di partai politik. Di pilkada pun bermacam konfigurasi koalisi menjadi pembenar atas rontoknya nilai ideologi partai politik tersebut. Magnituda berada pada figur politik. Pileg yang akan datang nampaknya faktor figur juga menguat, karenanya tak aneh jika ada perpindahan dengan cara membajak (baca: membeli).

Masyarakat sering merindukan terjadinya penyederhanaan pada sistem kepartaian. Terlalu banyak partai tak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas demokrasi. Penyederhanaan yang dipaksakan oleh aturan sering dirasa sebagai rekayasa. Karenanya harus ditimbang penyederhanaan yang ‘lebih alami’ yakni seleksi dari kompetisi.

Sistem distrik atau single member constituency adalah sistem pemilu yang menonjolkan kompetisi antar figur di suatu distrik pemilihan. Koalisi partai terjadi dengan sendirinya. Meski ada pembuangan suara, namun positif bagi penyederhanaan partai politik. Perbedaan Ideologi partai praktis tipis, yang ada adalah tawaran kekuatan personal kandidat.
Pemerintahan relatif stabil, karena prinsip the winner take all. Oligarkhi partai politik dapat direduksi karena kekuatan ada pada figur dari partai politik tersebut. Representasi rakyat lebih terjamin.

Demikian pula dengan improvisasi perjuangan politik wakil rakyat menjadi lebih bebas, tidak khawatir oleh tekanan partai melalui fraksi. Tak ada recall. Pertanggungjawaban utama langsung pada rakyat pemilih, bukan partai.
Pada domein kepartaian, maka keberadaan oposisi menjadi keniscayaan. Tidak seperti sistem multi partai dalam sistem pemilu proporsional , oposisi hanya sebutan saja dan tidak mewujud pada perilaku nyata dalam perannya.

Indonesia negara luas yang memungkinkan dibagi dalam berbagai distrik. Pola Dapil pada sistem proporsional dapat dikonversi menjadi distrik. Tidak ada masalah pada mekanisme.

Munculnya Pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin yang bukan kader partai, serta Prabowo-Sandiaga Uno yang berasal dar satu partai, menunjukkan faktor figur jauh lebih mengemuka dari pada (koalisi) partai politik. Jadi hingga dari Caleg hingga Capres, semakin dominan figur politik. Karenanya ini monen yang harus di pertimbangkan ke depan baik melalui dorongan politik maupun peraturan perundang-undangan opsi serius: sistem pemilihan umum distrik.

Moga iklim dan sistem politik yang lebih demokratis, aspiratif, dan wakil wakil rakyat yang lebih amanah dapat terwujud. Esok lebih baik dari kini. Insya Allah.

Makkah 1 Dzulhijjah 1439 H/12 Agustus 2018 M

No More Posts Available.

No more pages to load.