Situasi Tidak Menguntungkan Rocky Gerung

oleh -2466 Dilihat
oleh

Oleh Roni Tabroni

Saya pertama melihat dan mendengar Rocky Gerung berbicara masih seujung kuku. Buya Karni dengan Indonesia Lawyer Club-nya menghadirkan Rocky di edisi tema hoaks awal tahun 2018 kalau tidak salah.

ILC tempat “kuliah” saya makin bermutu saat ditutup dengan pembicara yang cukup nyentrik. Yang terngiang hingga kini adalah saat Rocky menyampaikan statement-nya bahwa pembuat hoaks paling sempurna adalah penguasa. Sebab mereka memiliki semua kekuatan untuk mendukung kebohongan.

Pasca reformasi, ujaran kritis bukan hal baru. Namun basis argumen Rocky beda dengan yang lain. Bukan hanya kritis tetapi juga logis. Rocky kemudian membuka mata kita tentang sebuah realitas yang tidak pernah terungkapkan di layar kaca.

Sekejap, Rocky makin bersinar karena ILC seolah menjadi ruang kuliah, dan Rocky menjadi dosennya. Di ILC Rocky mempopulerkan diksi yang tidak biasa yaitu akal sehat. Kendati bukan hal baru (Rocky sudah menyuarakannya sejak tahun 2008), namun di telinga publik, kata akal sehat terbilang baru dan seksi. Kata ini seiring dengan diksi lain yang sering dilontarkannya seperti “dungu”.

Walaupun ILC kata Rocky sebagai tempat membual, namun dari ruang itulah publik dilatih nalar logisnya untuk memahami sebuah fenomena sosial. Gaya Rocky yang kritis sangat berbeda dengan ilmuwan dan tokoh politik lainnya.

Ketika disebut sebagai filosof dan pengamat politik, bayangan publik apatis sebab filsafat identik dengan sesuatu yang rumit. Uniknya Rocky, bisa membawakan filsafat dalam bahasa yang menghibur. Filsafat tidak lagi menyeramkan, justru merangsang dan menantang. Rocky akhirnya menjadi narasumber yang paling ditunggu-tunggu, setiap ujarannya seolah menjadi lirik lagu yang mendayu, mengoyak benteng kekuasaan, tetapi menantang akal sehat.

Kritis adalah karakter Rocky, yang juga tugas seorang filosof. Dirinya selalu mempertanyakan segala bentuk kebijakan dan fenomena sosial, karena filosof harus skeptis. Mendialogkan segala sesuatunya untuk menemukan kebenaran.

Gaya Rocky berbicara filosofis membuat publik gandrung. Undangan menjadi narasumber semakin padat. Rocky menjadi selebriti baru bermodal akal sehat. Rupanya di tengah riuh-rendahnya dunia politik yang penuh fitnah dan ujaran kebencian, Rocky memberikan warna pemikiran yang berbobot namun menghibur.

Namun, Rocky kini tidak diuntungkan oleh situasi politik tanah air. Di tengah suasana Pemilu dan Pilpres, setiap ujaran ilmiah pun akan ditarik pada box politik. Maka disitulah Rocky yang awalnya distempel dengan pengamat politik, menjadi dipertanyakan oleh kubu pro pemerintah.

Keraguan pihak pemerintah atas sosok Rocky yang sok filosofis diakibatkan posisi kandidat Pilpres yang hanya dua pasang. Karenanya, setiap ujaran yang menghantam penguasa bisa dipastikan bagian dari oposisi. Dalam kondisi seperti ini, sesehat apapun akal Rocky, akan dianggap sebagai bagian dari statement yang tidak steril karena dianggap sebagai pendukung oposisi.

Padahal, kritik sebenarnya bukan hanya tugas oposisi, tetapi juga kewajiban kaum akademis — sebagai tanggungjawab sosial terhadap ilmu yang dimilikinya. Dan sebagai akademisi, mengkritik bukan persoalan suka atau tidak suka, tetapi bagian dari tugas seorang ilmuwan.

Sekali lagi, dalam situasi politik seperti inilah saya menilai bahwa posisi Rocky tidak diuntungkan. Faktanya, Rocky kemudian selalu diundang diforum-forum yang pro terhadap oposisi dan pembicaraannya terus keras pada penguasa. Penilaian sederhana, bagi petahana, Rocky adalah ancaman, sedangkan bagi penantang Rocky adalah senjata.

Untuk menegaskan netralitasnya, Rocky sebenarnya pernah berbicara disalahsatu kesempatan bahwa mengapa dirinya selalu menghadiri forum-forum yang digelar oleh pendukung oposisi, karena dirinya selalu diundang ke situ. Sedangkan kubu penguasa belum pernah mengundangnya.

Keseimbangan sikap Rocky juga dapat dibaca ketika dirinya berjanji akan mengkritik Prabowo dua jam setelah dilantik (jika jadi Presiden). Banyak pihak menyangka bahwa yang diserang selama ini adalah sosok Jokowi, padahal Rocky berulang-ulang menegaskan bahwa yang dikritik adalah tubub kekuasaan, yang di dalamnya ada kewenangan untuk membuat kebijakan yang berakibat kepada masyarakat banyak — bukan personal.

Saya cenderung berharap Rocky tidak terperangkap pada tarik menari politik praktis. Konsen menyegarkan akal sehat publik agar jernih melihat fenomena sosial. Rocky dibutuhkan untuk merawat kebinekaan lewat gagasan-gagasan cemerlangnya. Membawakan nuansa keilmuwan dengan gayanya yang tetap santai.

Saya berharap Rocky membangun narasinya sendiri dalam mengawal demokrasi tanpa harus berjubah partai atau timses. Biarlah jika kampus kuning pun menyingkirkannya, orang seperti Rocky tidak butuh tembok kelas untuk memberikan kuliahnya. Setiap jengkal tanah di Nusantara hingga di puncak gunung pun, menjadi ruang belajar yang terbuka bagi Rocky.

Di puncak tahun politik ini, Rocky lebih baik tetap “membual” di layar ILC, berkeliling pelosok negeri, sambil mengokohkan posisinya sebagai Presiden Republik Akal Sehat (RAS).

Penulis adalah rakyat RAS

No More Posts Available.

No more pages to load.