SINGAPARNA—Di aula Pondok Pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Tasikmalaya menggelar tabligh akbar, Rabu (21/19/2019). Acara ini terselenggara dalam rangka puncak perayaan milad ke-107 Muhammadiyah.
Untuk mubaligh, PDM Kabupaten Tasikmalaya menghadirkan Dahlan Rais, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dari Surakarta. Dialah adik kandung politisi PAN, M. Amien Rais.
Di hadapan ratusan warga Muhammadiyah Kabupaten Tasikmalaya, Dahlan Rais menyampaikan bahwa baginya, ada tiga kata kunci dalam bermuhammadiyah; yakni Islam, Dakwah dan Tajdid. Ia sendiri lebih banyak membahas soal dakwah. Salah satu esensi dakwah, bagi Dahlan, adalah memberi manfaat bagi sebanyak mungkin umat.
“Di mana pun berada, Muhammadiyah mesti memberi manfaat kepada siapa pun, tanpa terkecuali. Salah satunya adalah terus menumbuhkan semangat memberi,” papar Dahlan.
Dahlan menerangkan lebih jauh, bahwa untuk dapat memberi, Muhammadiyah harus memiliki sesuatu dahulu. Jika tidak, apa yang diberikan(?). Dengan melihat fakta bahwa LazisMu menjadi lembaga zis terbesar di Indonesia, ia berbesar hati kalau warga Muhammadiyah belum kehilangan spirit memberi.
Sekalipun demikian, salah satu guru besar Universitas Muhammadiyah Surakarta ini juga mewanti-wanti; bahwa konsekuensi dari dakwah sangat berat. Karena dakwah berarti mengajak. Yang mengajak mestilah selalu lebih baik dari yang diajaknya.
“Ibarat sebuah benda dengan bayangannya. Bagaimana bisa kita mendapatkan bayangan yang lurus dari benda yang bengkok? Karena itu, mau tidak mau, kita harus selalu lebih baik,” tambahnya.
Di samping itu, Dahlan juga menyinggung persoalan bangsa. Menurutnya, Indonesia sudah sangat ketergantungan terhadap bangsa lain.
“Indonesia memproduksi apa? Indonesia itu konsumen. Tempat-tempat parkir itu, isinya mobil-mobil buatan luar. Indonesia itu, apa-apa serba impor. Betapa bangsa ini sangat ketergantungan terhadap bangsa lain,” Dahlan menuturkan.
Lebih jauh Dahlan merasa prihatin, sebab data Bank Dunia melalui Human Development Report (2018) menunjukkan bahwa indeks pembangunan (IPM) Indonesia berada di urutan ke-116 dari 189 negara. Paling tidak diukur dari tida indikator; pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.
Muhammadiyah sendiri memiliki perhatian tinggi terhadap tiga sektor tadi. Lembaga pendidikan Muhammadiyah, dari level paling rendah hingga paling tinggi, lebih banyak dari milik pemerintah. Rumah sakit Muhammadiyah juga berdiri hampir di semua kabupaten/kota se-Indonesia. Begitupun dengan kesejahteraan dengan keberadaan berbagai panti sosial.
“Masalahnya, ungkapan ‘pendidikan dapat meningkatkan kualitas anak bangsa’ itu menyesatkan. Mestinya, ‘hanya pendidikan yang berkualitaslah yang dapat meningkatkan kualitas anak bangsa’. Ini yang benar,” Dahlan menambahkan.
Pendidikan berkualitas dapat dilihat dari beberapa sisi. Misalnya dari kelengkapan fasilitas dan kualitas tenaga pendidik di dalamnya. Sebagai salah satu guru besar Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), ia memberi gambaran soal kampusnya.
“Di kampus kami itu, satu prodi Teknik Mesin punya sembilan doktor lulusan luar negeri. Kemudian prodi Kimia punya 10 doktor lulusan luar negeri. UMS juga dibangun secara mandiri, tanpa bantuan dari mana pun,” tegasnya.
Dengan demikian, Dahlan berharap agar Muhammadiyah, di mana pun berada, dapat membantu meningkatkan IPM Indonesia. Supaya tidak semakin tertinggal dari bangsa-bangsa yang lain. Sebab, sedemikian jauh, IPM suatu bangsa yang rendah akan kian menyebabkan ketergantungan bangsa tersebut terhadap bangsa lainnya.