Kemarin siang, sehabis shalat Jumat, saya berbincang dengan KH Ahmad Hambali Maksum. Beliau adalah salah satu sesepuh masyarakat Indonesia di Belanda. Beliau juga adalah tokoh yang sangat berperan dalam kehidupan keagamaan umat Islam Indonesia di sana.
Berasal dari Kebumen, Pak Hambali adalah teman sekelas Gus Dur sewaktu belajar di Baghdad, Irak. Bersama Gus Dur pula beliau pada awal tahun 1970-an pergi ke Eropa. Awalnya mau sekolah, dan telah mendapatkan surat izin tinggal untuk meneruskan studi di Jerman, tetapi malah kecantol di Belanda hingga sekarang.
Bersama Gus Dur pula, juga beberapa rekan yang lain, Pak Hambali mendirikan Perhimpunan Pemuda Muslim se-Eropa (PPME). Organisasi yang mempunyai beberapa cabang di Belanda ini masih aktif. Pak Sujadi, seorang dosen di UIN Jogja, baru saja menulis satu disertasi di Leiden mengenai ini.
Belakangan Pak Hambali juga diminta untuk menjadi mustasyar PCINU (Pengurus Cabang Istimewa NU) Belanda. Menurutnya, PCINU ini adalah transformasi dari PPME. Spiritnya sama, yaitu usaha untuk memperkenalkan dan mengembangkan suatu model Islam tradisionalis yang moderat–Islam Nusantara–di tengah masyarakat sekular di Barat.
Ternyata, menurut Pak Hambali, respons pemerintah dan masyarakat setempat sangat positif. Sekarang mereka bisa melihat bahwa Islam bukan hanya Arab atau Turki, tetapi juga Indonesia. Namun lebih dari itu, mereka pun bisa membandingkan bahwa model Islam Nusantara mempunyai keunggulan tertentu yang lebih kompatibel dengan prinsip masyarakat sekuler. Bagi mereka, agama adalah bagian dari budaya, dan mereka menemukan hal itu secara nyata dalam kegiatan dakwah komunitas Islam tradisionalis Indonesia di Belanda.