Jati Diri Bangsa: Maritim

oleh -769 Dilihat
oleh

Jepretan Terhangat Perekonomian Indonesia: Antara Fakta dan Hoaks (1)

Faisal Basri

Pada abad kedua Masehi, warga Nusantau— begitu sebutan untuk Nusantara kala itu— sudah menjejakkan kaki di benua Afrika dengan kapal dan sistem navigasi buatan sendiri.

Budaya maritim telah lama bersemayam kokoh di bumi Pertiwi. sebagaimana Semboyan “nenek moyangku seorang pelaut” dinyanyikan sejak masa kanak-kanak.

Kejayaan Sriwijaya pada abad IX dan Majapahit pada abad XIV menjadikan laut sebagai tulang punggung, bukan memunggungi laut. Kedua kerajaan itu memiliki armada laut yang mumpuni. Kerajaan Majapahit memiliki ratusan kapal dagang dan militer.

Salah satu yang melegenda adalah jenis Jong Jawa atau Jung Melayu, yang pada masa itu didapuk sebagai salah satu kapal terbesar di dunia, sekitar empat sampai lima kali lebih besar dari kapal terbesar milik Portugis, Flor de La Mar, yang berkapasitas 500 orang pasukan dan 50 buah meriam.

Kekuatan lautlah yang membuat kerajaan-kerajaan di Nusantara disegani di Samudera Hindia dan kekuasaannya menancap hingga wilayah Asia Tenggara.

Bangsa kita menggunakan istilah tanah air untuk tumpah darahnya, bukan padanan
dari motherland atau homeland. Lautlah yang mempersatukan Indonesia, merajut gugusan 17.508 pulau membentuk untaian zamrud khatulistiwa. Dengan garis pantai 54.716 kilometer, terpanjang kedua di dunia.

Tuhan mengaruniai bangsa Indonesia hamparan bebas hambatan tak berbayar, tidak perlu diaspal atau dibeton, tidak perlu tiang pancang dan alat berat, serta
tidak membutuhkan pembebasan lahan.

Ketika membuka National Maritime Convention I (NMC) 1963, Presiden Soekarno dengan lantang mengatakan, “Untuk membangun Indonesia menjadi negara besar, negara kuat, negara
makmur, negara damai yang merupakan national building bagi negara Indonesia, maka negara dapat menjadi kuat jika dapat menguasai lautan. Untuk menguasai lautan kita harus menguasai armada yang seimbang.”

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, budaya maritim melekat pada bangsa kita walau telah sedikit memudar. Keniscayaan ini sejatinya merupakan modal fisik, modal sosial, dan modal budaya yang bisa bertransformasi menjadi modal finansial untuk menyejahterakan rakyat.

Kekayaan laut kita lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan protein rakyatnya, beragam sumber daya alam dan mineral tertanam di dalamnya, keberagaman hayati yang tak tertandingi, serta keindahan pantai dan dasar lautnya mengudang jutaan wisatawan setiap tahun.

Bangsa maritim hanya mengenal batas cakrawala. Tidak kebetulan kalau dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum: “…. dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Itu manifestasi dari semangat keterbukaan bangsa maritim.

No More Posts Available.

No more pages to load.