Di Balik Literasi

oleh -822 Dilihat

Oleh: Erin Soleha

-Literasi Tak sekedar baca tulis-

Terkait literasi, ternyata artinya tak sesederhana saat sekilas kita memaknainya. Secara etimologis literasi berasal dari bahasa Latin “literatus”, artinya orang yang belajar.
Arti dari literasi itu sendiri adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan potensi dan keterampilan dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan aktivitas baca dan tulis.
Pendapat lain juga mengatakan, keterampilan individu dalam mengolah dan memahami informasi ketika melakukan baca dan tulis.

Jadi dapat di katakan bahwa literasi adalah seperangkat keterampilan dan kemampuan seseorang dalam membaca, menulis, berhitung, serta memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih jauh lagi, makna literasi bukan sekedar proses meningkatkan minat baca masyarakat, melainkan pangkal strategi Agent Of Change.

Kita sebagai manusia harusnya bukan hanya cerdas saja, namun harus cerdas pula dalam menyelesaikan masalah dan menemukan solusi sehingga masyarakat bisa sejahtera.
Ketika tingkat kecerdasan tinggi maka akan semakin sedikit masalah yang ada. Ketika di suatu negara semakin banyak gelar yang dihasilkan, namun semakin banyak pula masalah yang muncul, benarkah mereka yang lulus sarjana bahkan hingga doktoral bisa dikatakan cerdas?

Manusia (read: mereka) seolah-olah berlomba untuk menuntaskan masalah. Namun, justru saat ini malah banyak strategi yang bukan memecahkan masalah, tapi malah menambah masalah.
Di jaman industri 4.O, tetap saja robot tidak bisa menggantikan manusia. Mereka yang diharapkan bisa “membantu” manusia malah memutus rantai kehidupan manusia itu sendiri.
Karena robot, begitu banyak orang yang tak punya pekerjaan. Karena robot, begitu banyak orang yang melakukan sesuatu tak memakai hati lalu tergerus oleh kepentingan pribadi.

Robot tak seperti manusia. Manusia punya akal dan hati yang bisa menangkap problem lalu menemukan solusinya. Kita harus bisa mempertajam hati dan mengasah akal agar bisa menjadi manusia-manusia yang cerdas dalam menyelesaikan masalah yang berujung pada kesejahteraan bersama. Baik secara ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya.

Manusia yang bukan robot, adalah mereka yang paham literasi. Untuk itu, dalam memunculkan jiwa “literasi” tentu kita butuh strategi. Strategi yang dimaksud adalah lebih kepada proses memunculkan pandangan dasar. Baik terkait menggali problem yg benar-benar terjadi di masyarakat, mencari solusi tersebut dengan melibatkan budaya baca dan tulis sebagai langkah-langkahnya, dan lebih memusatkan pada proses edukasi bukan sekedar deklarasi.

Contoh sederhananya, bagi dunia pendidikan yg menjadi sasaran literasi adalah lebih kepada Tradisi Ilmuwan yang masih dipegang teguh. Jika hilang tradisi tersebut, hilang sudah poin pentingnya. Literasi pendidikan bisa dilakukan dengan lebih memfokuskan pada menciptakan atmosfir belajar terlebih dahulu, bukan mengharuskan mereka membaca atau menulis. Lebih sederhananya, membiarkan mereka melakukan hal positif dengan tidak membiarkannya keluar dari pantauan proses pembelajaran.

Pemerintah pun mulai menggiring masyarakat untuk “melek literasi”. Salah satu program yang digalakan pemerintah yaitu gerakan literasi sekolah. Pertanyaannya apakah program tersebut sudah memberikan dampak?

Sedangkan sebuah program akan memberikan dampak yang baik ketika dilaksanakan dengan baik, dan untuk mampu melaksanakan dengan baik tentu kita harus memahami konsepnya dengan baik. Sudahkah pemerintah memahami konsep ini secara utuh?

Berbicara literasi bukan hanya berbicara tentang membaca dan menulis, akan tetapi literasi adalah membuka wawasan, merubah mind set, meningkatkan keterampilan, yang diharapkan mampu memberikan dampak bagi individu dalam menyesaikan masalah pribadi dan masalah sosial di masyarakat. Jadi, sekali lagi Literasi sangat linear dengan permasalahan masyarakat. Bukan sekedar strategi baca tulis, tapi langkah awal menentukan perubahan kedepannya.

No More Posts Available.

No more pages to load.