BILA yang bercanda di pesawat Lion Air di Bandara Supadio, Pontianak, tempo hari, Senin (28/5/2018), seorang lelaki berjanggut dan bercelana cingkrang atau perempuan berhijab dan bercadar, ceritanya bisa lain. Isu terorisme bisa berhembus dengan kencang. Pemikir muda Fahd Pahdepie, mengomentari peristiwa itu di laman Facebook.
Lanjut.
Saat terjadi ‘candaan’ bom di atas pesawat Lion Air di Bandara Supadio, Pontianak, tak ada satupun berita yang mengaitkan itu dengan terorisme. Seandainya pelaku adalah perempuan berjilbab panjang, atau laki-laki berjanggut-berbaju koko-bercelana cingkrang, mungkin ceritanya akan berbeda.
Sentimen negatif dan ketidak adilan persepsi itu ada, Kawan. Dan itu nyata sekaligus menyedihkan. Pelaku ‘candaan’ bom itu bernama Fratinus Nigiri. Hanya ‘kriminal’ biasa yang terancam penjara 8 tahun, tak ada kaitannya dengan kelompok teroris manapun. Ia berkulit hitam, bercelana pendek, berpenampilan biasa saja, memiliki nama yang sulit diasosiasikan dengan nama seorang muslim. Itukah yang membuat tindakannya hanya ‘joke’ yang berbahaya, pasti bukan terorisme atau ekstremisme…
Kita bisa berdebat soal definisi, tentu saja. Apa itu terorisme, apa itu ekstremisme, radikalisme. Tapi, yang jelas, ketidakadilan persepsi dan sentimen negatif tertentu terhadap Muslim yang mengekespresikan dirinya melalui pakaian mereka itu ada. Nyata.
Masih ingat kasus ‘bom takjil’ di Malang? Mereka dianggap tak sensitif. Dituduh simpatisan kelompok teroris dan ekstremis, karena mereka berjilbab panjang dan bercadar? Bisakah kita menyebut semua itu ‘candaan’ saja?
Coba googling soal kasus ‘bomb joke’ Lion Air. Tak akan kau temukan satupun berita atau pernyataan yang menghubungkan peristiwa itu dengan terorisme. Tak ada. Tak akan ada. Karena penampilan dan nama pelakunya ‘tak memenuhi syarat’ untuk dituduh dan dipaksa dihubung-hubungkan dengan terorisme. Bah!
Kita sedih dan mengecam peristiwa ‘candaan’ bom di bandara Supadio, Pontianak. Kita berharap pelakunya dihukum seadilnya agar peristiwa yang sama tak terulang lagi. Tapi kita juga sedih dan kecewa pada cara berpikir dan ketidakadilan persepsi yang menjangkiti pelaku media, aparat, bahkan sebagian dari publik kita. Sehingga dulu harus ada kejadian seorang santri yang baru pulang dari pesantrennya membawa kardus, diinterogasi secara hina karena dicurigai membawa bahan peledak yang membahayakan? Gile lu, Ndro!
Sentimen negatif dan ketidakadilan persepsi itu ada, kawan! Dan itu menyedihkan. Titik.