Narsisme dan Radikalisme: Sama-sama Jahat

oleh -1493 Dilihat
oleh

FUNDAMENTALISME acapkali dikaitkan dengan teror. Konotasinya negatif. Selalu diiringi pemberontakan. Ekstrim. Tanpa kompromi dan menegangkan. Sudut pandang Barat dipaku Iran pada sosok Imam Khomeini, Ikhwanul Muslimin di Mesir, Mujahidin di Afganistan, Sanusiyah di Libya, dan sempalan-sempalan berhaluan kanan lain yang diduga terkait.

Radikalisme yang berujung teror justru menyudutkan Islam. Gerakan keagamaan garis keras, akhirnya bermakna buruk. Dipandang merongrong dan memicu ketidakstabilan. Merongrong siapa? Pertanyaan itu merujuk pada kalangan yang mapan dan antiradikal.

Bangsa yang narsis, merasa diri superpower bisa bersikap sewenang-wenang terhadap bangsa lain. Boleh jadi dalihnya demi kebaikan. Bertemulah bangsa narsis dan bangsa radikalis. Jika empati yang dikedepankan, kedua bangsa itu — narsis dan radikalis — sama-sama baiknya.

Namun, lantaran keduanya tidak saling memberi ruang, akhirnya saling memaksakan diri. Keduanya sama-sama berdalih demi marwah. Kemulyaan bangsa, baik yang narsis maupun yang radikalis. Alih-alih menuai hikmah kebaikan. Kedua bangsa itu pada akhirnya sama-sama jahatnya.

Diskusi ikhwal posisi Indonesia di tengah panggung global berlatar narsisme dan radikalisme, dituangkan ke dalam sebuah buku kecil, bertajuk: Sembuhlah Indonesia! Menanam Optimisme Mengubur Radikalisme. Delapan esai disunting Kiki Musthafa, penggagas Komunitas Penulis IAIC (Kopi), diterbitkan KOPI Pustaka. Gerakan kultural yang dilakukan KOPI berbuah KOPI Pustaka.

Memandang persoalan aktual tidak melulu didiskusikan secara verbal, tetapi mesti diperkuat dengan menuangkan gagasan-gagasan ke dalam tulisan agar permenungan lebih mengendap. Ada ruang untuk refleksi.

Para pegiat KOPI, seperti Eva Suci Fauziah, Irfan Mashudi, Ulfa Nursolihat, Sylvi Intan Karina, Anbiyani, Aziz Iskandar, dan Akbar Nugraha, menyadari pentingnya langkah inskripsi itu. Menuliskan peristiwa, pikiran, dan perasaan ke dalam tulisan, melahirkan kedirian.

Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Institut Agama Islam Cipasung (IAIC) Tasikmalaya, Nani Widiati, turut memberi pengantar dalam kumpulan esai terpilih kawan KOPI 2018 itu.

No More Posts Available.

No more pages to load.